Oleh : Febrian Chandra
18 November 2018
Bangsa ini dilahirkan atas nama perjuangan, bahkan sampai saat ini, masih harus berjuang demi kesejahteraan. Makna berjuang lahir dari setiap lapisan, lapisan kelas bawah berjuang untuk hidup, lapisan kelas menengah berjuang untuk sejahtera, lapisan kelas atas berjuang mempertahankan kesejahteraan. Fenomena ini tidak bisa sanggah lagi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengeluaran per kapita penduduk kelas bawah sekitar Rp410 ribu-Rp420 ribu/bulan. Selain itu pengeluaran golongan menengah sebanyak Rp925 ribu/bulan dan masyarakat kelompok atas Rp2,3 juta ke atas (Sindonews 2018). Dari data tersebut dapat diketahui, sesungguhnya negara ini sedang butuh solusi dan bukan obrolan hangat para praktisi, yang menawarkan konsep demi konsep disetiap zaman. Namun konsep tinggallah konsep, ilmu tinggallah ilmu, janji tinggallah janji.
Penulis merasa negeri ini sedang di alihkan dengan pagelaran-pagelaran mewah yang menyedot atensi, namun tak merasa negeri ini sedang menekan rakyatnya habis-habisan, salah satu narasumber menyebut "penghasilan kami dari perkebunan, namun entah mengapa akhir-akhir ini seperti ditekan". Perusahaan seperti ingin menepati janji kepemerintah untuk membantu meriahnya suatu pagelaran. Namun harus diketahui, tidak ada perusahaan yang mau rugi. Dalam bentuk apapun mereka harus tetap mendapat keuntungan besar dalam setiap tahun. Dan kuncinya ada pada rakyat, dan segera mengumpulkan pundi pundi rupiah dari rakyat dengan cara menekan harga beli. Huh sudahlah untuk berbicara yang demikian. Mereka yang di ibukota juga tidak pernah sadar bahwa yang di pelosok sedang susah, kalau pun tau mereka kemudian hanya merasa prihatin. Dan menulis status di media sosial dengan cara mengkritik, kemudian yang mengkritik balas mengkritik, hingga tak bertemu penyelesaiannya.
Negeri ini rasanya sudah semakin sulit untuk duduk bersama mencari solusi, kemudian kebenaran hanya bernilai nisbi. Isu-isu SARA semakin terdengar jelas ditelinga, dan kemudian mereka tak mau mencari tau penyebabnya untuk memecahkan persoalan tersebut. Mereka hanya tau tangkap sana sini, boikot sana sini. Ditambah para netizen maha benar kemudian memprovokasi sana sini. Hingga menciptakan penyelesaian yang dibuat akan rasa takut dibenci.
Akhir-akhir ini masyarakat mulai menjadi-jadi, tekhnologi digunakan sebagai media dusta, nista, dan hina. Apa mereka tak merasa bahwa media sosial jadi sarana adu domba. Mungkin sebaiknya kita sedikit menjauhkan diri dari media sosial. Karena disana lebih baik kita jadikan sebagai tempat untuk para politisi kehilangan panggungnya.
Namun beruntung negeri ini mampu menjadi entertainer bagi rakyatnya disaat duka, terima kasih kami ucapkan atas segala hiburan yang diciptakan, sehingga rakyat lupa kalau listrik 2 bulan belum bayar. (Congrats PLN dapat tambahan denda).
Perlu ditambahkan 2+2=6, ini jelas salah. 2+2=4, ini kebenarannya. Namun harus diketahui kebenaran manusia terkadang hanya dibuat-buat. Dan kesalahan merupakan pembelajaran untuk kebenaran.
0 Komentar Untuk "KOREKSI ANAK NEGERI : Kenyataannya !!"
Post a Comment