Persoalan lintas
damai pada hakekatnya pertentangan kepentingan negara2 pantai, yang menghendaki
kekuasaan yang sepenuhnya dalam laut teritorial mereka, dan kepentingan negara
maritim yang menghendaki keleluasaan berlayar yang sebesar-besarnya dalam laut
teritorial negara lain.
Kepentingan ini
kemudian menghendaki dibatasinya sejauh mungkin campur tangan negara pantai
dalam lalu lintas damai kapal-kapal asing dalam perairan teritorialnya.
Pasal-pasal mengenai
hak lintas damai, yaitu pasal 14-23 merupakan section III dari konvensi I yang
di bagi dalam 4 sub-section yaitu :
1. Ketentuan
yang berlaku bagi semua kapal (rules applicable to all ships) pasal 14-17.
2. Ketentuan
yang berlaku bagi kapal niaga (rules applicable to merchantships) pasal 18-20
3. Ketentuan
bagi kapal pemerintah bukan kapal perang (rules applicable to ships other
war-ships) pasal 21-22
4. Ketentuan
yang berlaku bagi kapal perang (rules applicable to war-ships) pasal 23
A.
Hak Kapal Asing
Pasal 14 ayat (1) bahwa
semua kapal baik kapal negara pantai maupun kapal bukan negara pantai mempunyai
hak lintas damai.
Ayat 2, mengenai
pengertian lintas damai yaitu Passage means navigation through the territorial
sea for the purpose either of traversing that sea without entering internal
waters,or of proceeding to internal waters, or of making for the high seas from
internal waters. Ayat
ini merupakan syarat untuk menentukan apakah suatu pelayaran dalam laut wilayah
(navigation through the territorial sea) dapat dianggap sebagai lintas
(passage) atau tidak.
Ayat 3, mengenai
berhentinya kapal atau pelemparan sauh yang tidak diperlukan dalam navigasi
biasa, karena force majeure atau karena bencana (distress), bukan merupakan
passage dalam pasal 14.
Ayat 4, mengatur
mengenai damai atau tidaknya passage ditentukan oleh sifat dari lalu lintas
itu, yang tidak boleh bersifat merugikan perdamaian, ketertiban dan keamanan
negara pantai.
Ayat 5 dan 6
menetapkan syarat-syarat tambahan, yang khusus berlaku karena jenis dari kapal
yang bersangkutan.
Ayat 5, menegaskan
bahwa :
-
Kapal-kapal nelayan (penangkap ikan)
juga mempunyai hak lintas dalam laut wilayah negara lain.
-
Kapal-kapal nelayan dalam melakukan
lintas damai harus menaati peraturan
negara pantai yang dimaksudkan untuk melarang kapal-kapal nelayan asing
melakukan penangkapan ikan di laut wilayahnya.
Dengan demikian maka
ketentuan ini menegaskan hak eksklusif negara pantai atas perikanan dalam batas-batas
perairan teritorialnya.
Ayat 6, mengharuskan
kapal selam asing yang melakukan lintas damai untuk berlayar dipermukaan air
dan menunjukkan bendera kebangsaannya.
≈ Jika tidak dipenuhinya syarat ini maka
lalu lintas yang dilakukan bukan lalu
lintas damai lagi.
Pasal 15 ayat 1,
bahwa lalu lintas kapal asing yang bersifat tidak merugikan (innocent) tidak
boleh dihalang-halangi oleh negara pantai.
B.
Hak Negara Pantai
Hak negara pantai
untuk mengatur lalu lintas damai dalam laut wilayahnya, diatur dalam pasal 16
ayat 1 dan 2.
Ayat 1, bahwa negara
pantai dapat mengatur lintas damai kapal asing dalam laut territorial untuk
mencegah lalu lintas yang merugikan kepentingannya.
Ayat 2, menegaskan
hak negara pantai yang sama berkenaan dengan lalu lintas kapal asing ke dan
dari perairan pedalaman .
Ayat 3, memberikan
hak kepada negara pantai untuk melarang lintas damai kapal asing dalam laut
teritorialnya di dalam keadaan dan dengan syarat-syarat tertentu, yaitu:
a. tindakan
itu tidak boleh bersifat membeda-bedakan antara kapal-kapal asing yang satu
dengan yang lainnya (diskriminatoir).
b. bahwa
larangan itu harus bersifat terbatas, baik mengenai waktu (sementara) maupun
tempat, sehingga pada hakekatnya tindakan yang dimaksudkan ketentuan ini
merupakan penangguhan hak lalu lintas damai kapal asing oleh negara pantai,
dibagian(bagian) tertentu dari laut teritorialnya.
Ayat 4, pembatasan
yang merupakan larangan mutlak.
Melarang penangguhan (suspension) hak lalu
lintas damai dalam laut territorial yang merupakan selat yang biasanya
dipergunakan pelayaran internasional antara dua bagian laut lepas yang terpisah
oleh negara pantai.
Pasal 18, 19 dan 20 →
ketentuan-ketentuan bagi kapal-kapal niaga.
- Mengatur hak negara pantai untuk memungut
bayaran dari kapal-kapal asing yang melintasi laut territorial nya (pasal 18).
- Yurisdiksi kriminal dan sipil dari negara
pantai atas kapal-kapal asing dalam laut territorial nya (pasal 19 dan 20).
Pasal 21, mengenai
kapal-kapal pemerintah bukan kapal perang, dengan tegas menetapkan bahwa
ketentuan-ketentuan umum mengenai lalu lintas damai (subseksi A pasal 14-17,
dan subseksi B pasal 18, 19, dan 20) berlaku pula bagi kapal-kapal pemerintah
yang dipergunakan dalam pelayaran niaga.
Pasal 22
Ayat 1, menyatakan bahwa kapal-kapal
pemerintah yang dipergunakan untuk maksud-maksud bukan perniagaan (non
commercial purposes) berlaku subseksi A dan pasal 18 mengenai pemungutan biaya
oleh negara pantai atas kapal-kapal asing yang melintasi laut territorial nya.
Ayat 2, ketentuan di atas tidak mempengaruhi
kekebalan-kekebalan yang dimiliki kapal-kapal demikian menurut hukum
internasional.
Pasal 23, sub seksi D
mengenai ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi kapal-kapal perang (rules
applicable to warship).
Menetapkan bahwa apabila sebuah kapal perang
tidak menaati peraturan negara pantai mengenai lalu lintas dalam laut
wilayahnya dan tidak menghiraukan permintaan untuk memenuhi peraturan-peraturan
tersebut, maka negara pantai dapat menyuruh kapal-kapal asing itu meninggalkan
laut territorial nya.
Dalam konvensi I ini
tidak berhasil diperolehnya ketegasan mengenai masalah lintas kapal perang
(passage of warship). Sebagaimana yang diketahui konvensi ini tidak memutuskan
apakah untuk lintas kapal perang diperlukan izin (authorization) dari negara
pantai atau pemberitahuan (notification), hanya apa yang diatur dalam pasal 23
di atas saja.
0 Komentar Untuk "Lintas Damai (Innocent Passage)"
Post a Comment