Pemeriksaan dengan acara biasa diatur dalam pasal 97 UUPTUN. Dari pasal itu dikemukakan Pemeriksaan dengan Acara Biasa adalah bahwa dengan Pemeriksaan dengan Acara Biasa dilakukan dengan majelis hakim ( 3 hakim). Hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan dinyatakan dengan tertutup untuk umum.
Pasal
97 UU PTUN Nomor 5 Tahun 1986 menyatakan bahwa
1.
Dalam hal pemeriksaan sengketa sudah
diselesaikan, kedua belah pihak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat
yang terakhir berupa kesimpulan masing-masing.
2.
Setelah kedua belah pihak mengemukakan
kesimpulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka Hakim Ketua Sidang
menyatakan bahwa sidang ditunda untuk memberikan kesempatan kepada Majelis
Hakim bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan segala
sesuatu guna putusan sengketa tersebut.
3.
Putusan dalam musyawarah majelis yang
dipimpin oleh Hakim Ketua Majelis merupakan hasil permufakatan bulat, kecuali
jika setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai permufakatan
bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak.
4.
Apabila musyawarah majelis sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) tidak dapat menghasilkan putusan, permusyawaratan
ditunda sampai musyawarah majelis berikutanya.
5.
Apabila dalam musyawarah majelis berikutnya
tidak dapat diambil suara terbanyak, maka suara terakhir Hakim Ketua Majelis
yang menentukan.
6.
Putusan Pengadilan dapat dijatuhkan pada
hari itu juga dalam sidang yang terbuka untuk umum, atau ditunda pada hari lain
yang harus diberitahukan kepada kedua belah pihak.
7.
Putusan Pengadilan dapat berupa :
a.
gugatan ditolak;
b.
gugatan dikabulkan;
c.
gugatan
tidak diterima;
d.
gugatan gugur.
8.
Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam
putusan Pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan
oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata
Usaha Negara.
9.
Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat
(8) berupa :
a.
pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang
bersangkutan; atau
b.
pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang
bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru; atau
c.
penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam
hal gugatan didasarkan pada Pasal 3.
10.
Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat
(9) dapat disertai pembebanan ganti rugi.
11.
Dalam hal putusan Pengadilan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (8) menyangkut
kepegawaian, maka di samping kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) dan
ayat (10), dapat disertai pemberian rehabilitasi.[1]
Dalam
pasal-pasal tersebut yang perlu dikemukakan disini berkaitan dengan pemeriksaan
sengketa dengan acara biasa adalah bahwa pemeriksaan dengan acara biasa
dilakukan dengan majelis hakim ( tiga orang hakim ). Hakim ketua siding membuka
siding dan menyatakan terbuka untuk umum, kecuali menyangkut ketertiban umum
atau keselamatan Negara, persidangan dapat dinyatakan tertutup untuk umum.[2]
Pengadilan
Tata Usaha Negara memeriksa dan memutus Sengketa Tata Usaha Negara dengan tiga
orang Hakim (majelis). Persidangan dibuka dan dipimpin oleh Hakim Ketua Sidang
(Pasal 68) dan menyatakan sidang terbuka untuk umum atau tertutup untuk umum.
Hal ini sangat penting, karena jika tidak disampaikan dapat menyebabkan putusan
pengadilan batal demi hukum.
Dalam
proses pemeriksaan di muka Pengadilan Tata Usaha Negara dimaksudkan untuk
menguji apakah dugaan bahwa KTUN yang digugat itu melawan hukum beralasan atau
tidak. Gugatan sifatnya tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya KTUN
yang digugat tersebut, selama hal itu belum diputuskan oleh pengadilan maka
KTUN itu harus dianggap menurut hukum. Hal ini dikarenakan Hukum Tata Usaha
Negara mengenal asas praduga rechtmatig (vermoeden van rechtmatigheid) =
praesumptio instae causa terhadap semua tindakan dari Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara, termasuk KTUN yang telah dikeluarkan.
Namun
dalam keadaan-keadaan tertentu, penggugat dapat mengajukan permohonan agar
selama proses berjalan, KTUN yang digugat itu diperintahkan untuk ditunda
pelaksanaannya.
Dalam
perspektif hukum, cara cara yang dibenarkan dalam memperjuangkan hak dan
kepentingan adalah cara cara yang
sesuai dengan aturan main dan koridor
hukum. Pada konteks ini, disamping dapat menggunakan cara seperti dialog dan demonstrasi
dapat juga ditempuh dengan menggunakan cara pendekatan hukum. Salah satu dari
upaya hukum itu adalah mengajukan gugatan ke PTUN [3].
0 Komentar Untuk " Pemeriksaan dengan Acara Biasa"
Post a Comment