22 Oktober 2016
71 Tahun Indonesia merdeka sama sekali tak terdengar tanda-tanda kemajuan bangsa, dimana letak bangsa yang cerdas? Dimana letak kemerdekaan yang tak dihadiahkan? Dimana letak kemandirian tanpa ketergantungan? Dimana hak ketika kewajiban ditunaikan? Dimna mereka yang katanya pemimpin disaat rakyat mencarinya?. Pertanyaan itu patut dipertanyakan dengan tegas, karena Indonesia sudah merdeka 71 tahun nan segelintir hal kecil itu seperti disembunyikan secara terang-terangan. Lebih baik bersembunyi dalam gelap karena tak akan tampak daripada bersembunyi dalam terang.
Belajar demokrasi bukan sekedar belajar membohongi rakyat, karena sekarang demokrasi mengarahkan kepada belajar monopoli, demokrasi bukan sekedar Demo, karena demo hanya sebatas menggambarkan karena gambaran yang digambarkan adalah langkah monopoli. Rakyat tak seharusnya dibohongi, rakyat tak perlu disantuni, karena rakyat membutuhkan bagaimana UUD 1945 serta pancasila itu dijalankan, karena ketika itu dijalankan jaminan kemakmuran tak akan disalah artikan, jaminan kebebasan tak akan dipertanyakan.
Usia tua nan renta negeri Indonesia adalah cerminan bahwa sesungguhnya sudah seharusnya kita benar merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya, bukan kemerdekaan bagi mereka kaum raja, tapi kemerdekaan bagi setiap umat untuk hidup dibawah pohon kesejahteraan. Ketika kita sibuk membangun jalan, mereka sibuk membangun peradaban, ini bukti bahwa sudah 71 Tahun kita merdeka dan kita masih memikirkan membentang jalan. Kemana saja pemangku negeri ini selama ini?, Apakah mereka tertidur? Atau lagi asik dengan menikmati penderitaan rakyat?. Apakah ada kesadaran dan kesungguhan untuk melihat kebawah ketika mereka ditinggikan. Apakah mereka tau rakyat sekarang saling membunuh?, Apakah mereka tau rakyat sekarang saling mencuri?, saya rasa mereka menutup kuping kiri dan menutup mata kanan, seolah tak mendengar bahwa rakyat sedang sakit, rakyat butuh pertolongan. Dan sudah tau apa penyebabnya?, penyebabnya adalah monopoli yang diciptakan membuat rakyat kehilangan mata pencarian, kehilang percaya diri, kehilangan belas kasih, dan bahkan kehilangan jalan tuhan. Apakah itu yang pemimpin inginkan? Dan dimana mereka? Apakah sedang memberikan uang santunan? Atau memberikan kebijakan baru untuk pembangunan? Apakah yang dibangun? Membangun gedung?, atau membangunkan rakyat yang sedang tertidur dengan mimpi buruk?.
Demokrasi yang diciptakan memberikan celah, bahwa politik adalah cara terbaik membangun negeri, bukan cara terbaik membangun asumsi. Demokrasi bukan sekedar sistem politik, karena demokrasi adalah sistem kerakyatan. Dan satu yang harus diingat dalam demokrasi bahwa pemimpin berasal dari rakyat, ole rakyat dan untuk rakyat.
Jelaslah bahwa negeri ini butuh demokrasi sebenarnya bukan demokrasi yang terarah, terstruktur, dan terorganisir namun penuh dengan asumsi. Sudah saatnya negeri ini bangkit, dan memperhatikan bagaimana saat ini kehidupan masyarakat, serta bukan hanya memperhatikan sebagian kalangan, tetapi seluruh unsur umat manusia dinegeri ini sedang butuh keyakinan moral, bahwa mereka tak perlu membunuh dan mencuri. Karena setidaknya mereka memiliki keyakinan bahwa seorang pemimpin akan memberikan solusi.
0 Komentar Untuk "KOREKSI ANAK NEGERI : Belajar DEMOkrasi, Bukan Belajar MONOpoli"
Post a Comment