Dalam mempertahankan komitmen anggota
pada organisasi, penghargaan intrinsik merupakan salah satu hal penting
dalam komitmen anggota organisasi (Ivancevich, Konopaske & Matteson, 2007).
Organisasi yang menyediakan kesempatan pencapaian prestasi bagi anggota maupun
karyawan akan berdampak signifikan
terhadap perilaku dan komitmennya pada organisasi.
Griffin (2004) mengatakan seorang individu yang memiliki komitmen yang
tinggi kemungkinan akan melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi, dan
untuk melihat dirinya sendiri menjadi anggota jangka panjang dari organisasi.
Sebaliknya, seorang individu yang memiliki komitmen rendah lebih cenderung
untuk melihat dirinya sebagai orang luar, dan mereka tidak ingin melihat dirinya sebagai anggota jangka
panjang dari organisasi.
Menurut Blau dan Boal dalam Sopiah (2008:155) menyebutkan komitmen organisasional sebagai keberpihakan
dan loyalitas karyawan terhadap
organisasi dan tujuan organisasi.
Selanjutnya komitmen keanggotaan dapat didefinisikan sebagai tingkat
keterlibatan psikologis anggota pada
organisasi tertentu menurut Summers dan Acito dalam Sutrisno (2010:292).
Berbicara mengenai komitmen organisasi tidak bisa dilepaskan dari sebuah
istilah loyalitas yang sering mengikuti kata komitmen. Loyalitas disini secara
sempit diartikan sebagai berapa lama karyawan bekerja dalam perusahaan atau
sejauh mana mereka tunduk pada perintah atasan tanpa melihat kualitas kontribusi
terhadap perusahaan. Komitmen organisasi didefinisikan sebagai identifikasi dan
keterlibatan individu dengan organisasi.
Sejarah berdirinya kelompok kerja Dharma dimulai pada masa Orde Baru kaum
wanita telah diminta untuk berpartisipasi dan lebih banyak memainkan peranannya
di dalam proses pembangunan. Garis-Garis Besar Haluan Negara (Ketetapan MPR-RI
Nomor II/MPR/1983) yang didalamnya menerangkan tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) perihal “Peranan Wanita dalam Pembangunan dan Pembinaan Bangsa”
menentukan: Dengan adanya kebijakan tersebut, maka pada masa Orde Baru banyak
organisasi wanita didirikan sebagai wadah bagi para wanita untuk menyadarkan
dan mendorong tentang eksistensi wanita serta kedudukannya di masyarakat dalam
pembangunan nasional. Salah satu diantaranya adalah dibentuknya organisasi Dharma
Wanita.
Organisasi Dharma Wanita didirikan pada tanggal 5 Agustus 1974 Anggota
organisasi meliputi seluruh istri pegawai Republik Indonesia, yang terdiri dari
para istri Pegawai Negeri Sipil (PNS), istri Badan Usaha Milik Negara/ Daerah,
istri Pegawai Bank Milik Negara/ Daerah, Istri Pegawai Badan Usaha/ organisasi
swasta atau lembaga di bawah wewenang departemen, misalnya Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), istri para penyelenggara pemerintahan desa, istri
para pensiunan pegawai yang telah disebut diatas dan karyawati yang bekerja
pada birokrasi tersebut
Berjalannya waktu, Dharma Wanita semakin memantapkan langkah sebagai
satu-satunya wadah organisasi bagi para istri pegawai negeri sipil Republik
Indonesia. Pada tahun 1998 adanya tuntutan reformasi kepada pemerintah dan
kehidupan globalisasi abad ke-21 yang mensyaratkan adanya tata kehidupan yang
menghormati dan melindungi hak asasi manusia, demokratis, keterbukaan, serta
tegaknya supremasi hukum. Hal tersebut merupakan cirri kehidupan masyarakat
madani yang akan mendorong terwujudnya tujuan nasional.
Sebagai sebuah institusi yang berisi para istri pegawai negeri sipil
(PNS), selama ini keberadaan Dharma Wanita hanya dipandang sebagai organisasi
tempat para perempuan untuk menunjukkan eksistensinya. Dalam hal ini secara
stigamatik, esksitensinya hanya diseputar pemberian kegiatan-kegiatan kepada
para istri PNS tersebut pada bidang-bidang sosial. Dharma Wanita seolah
hanya menjadi institusi “kumpul-kumpul”
bagi para istri PNS yang jauh dari keterlibatannya secara signifikan pada
proses-proses kebijakan.
Dharma wanita cenderung dilekatkan pada kegiatan non-politis seperti
pengajian, peresmian, arisan dan kegiatan-kegiatan lainnya. Dengan stigma
demikian, keberadaan Dharma Wanita pada setiap jenjang organisasi pemerintahan
pusat maupun daerah hanya dianggap institusi pelengkap bagi keberadaan pegawai
Negara. Secara umum kondisi tersebut menunjukkan perspektif masyarakat terhadap
keberadaan perempuan dalam ranah politik.
Perempuan cederung dianggap belum dapat memberi pengaruh signifikan pada
proses-proses kebijakan. Pandangan tersebut juga dilekatkan pada keberadaan
Dharma Wanita.
Dalam era reformasi, posisi dan peran Dharma Wanita cenderung mengalami
pergeseran. Posisi institusi yang selama ini hanya dianggap sebagai organisasi
yang non-politis ternyata pada beberapa hal cenderung menunjukkan hal yang
berbeda. Selama ini kecenderungan
menunjukkan bahwa peran isteri PNS termasuk para pejabat daerah cenderung hanya
berdasarkan kertas kerja yang membaginya dalam dua kelompok besar yakni peranan
kedalam dan peranan keluar. Hal tersebut di atas dinilai berdasarkan posisinya
baik di rumah tangga, anggota masyarakat Indonesia di daerah, sebagai anggota
Dharma Wanita maupun anggota kelompok isteri para pejabat yang berada di daerah
tempat para suami mereka ditugaskan.
Dalam berbagai kegiatanannya hingga saat ini peran dharma wanita tidak hanya
sebatas pada peran seremonial saja, peran dharma wanita saat ini sudah menjadi
bagian penting dan strategis dalam upaya tujuan pemerintah, untuk dharma wanita harus memiliki corak kepemimpinan yang
mampu mengakomodir berbagai aspek yang berkaitan dengan berbagai kebijakan
pemerintah dan tentunya anggota dharma wanita harus mempunyai komitmen yang
tinggi terhadap organisasi sehingga tujuan organisasi tercapai.
0 Komentar Untuk "KOMITMEN ORGANISASI DHARMA WANITA DAN SEJARAHNYA"
Post a Comment