Pengisian jabatan kepala daerah sejatinya dilakukan secara
demokratis melalui pemilihan berpasangan, artinya pemilihan lansung Kepala
Daerah dan pasangannya Wakil Kepala Daerah. Disini terdapat suatu diskrepansi
antara UUD 1945 dengan ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2004. UUD 1945 setelah
amandemen menetapkan bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai
kepala pemerintah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.
Kedudukan kepala daerah yang strategis mengakibatkan banyaknya kepala daerah
terlibat masalah hukum yang memaksanya diberhentikan dari masa jabatannya.
Untuk menghindari terjadinya kekosongan jabatan maka ditetapkan pengganti
kepala daerah defenitif.
Ada tiga jenis pengganti kepala daerah yang dikenal dalam
ketatanegaraan Indonesia yaitu pelaksana harian (Plh), Pelaksana tugas (Plt)
dan Penjabat (Pj). Pelaksana harian bersifat mandat, dimana pertanggungjawaban
masih melekat pada kepala daerah, sedangkan penjabat (Pj) bersifat khusus dan
hanya dapat digunakan untuk pejabat pengganti kepala daerah jika terjadi
kekosongan jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam waktu yang
bersamaan, dan peristilahan pelaksana tugas (Plt) bersifat umum tidak terbatas
untuk pejabat pengganti kepala daerah. Meskipun pada dasarnya istilah Penjabat
dan Pelaksana tugas dapat digunakan untuk sebutan pengganti kepala daerah,
namun terdapat perbedaan kondisi dalam penggunaan kedua istilah tersebut.
Pengamat pemerintahan Universitas Pattimura, Sukur Soasiu
menjelaskan, sesuai Undang-Undang nomor 8 tahun 2015 tentang pilkada,
penggantian kepala daerah dilakukan oleh DPRD masing-masing tingkatan. Ini
sesuai dengan pasal 176 ayat 1 yang menerangkan, bahwa dalam hal Wakil
Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhalangan tetap, berhenti, atau
diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota
dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh masing-masing DPRD. Mekanisme ini
berbeda dari sebelumnya, yakni walikota, bupati atau gubernur punya kewenangan
penuh menentukan pendampingnya sebagaimana diatur dalam UU nomor 1/2015. Namun,
setelah UU ini diubah dengan UU nomor 8/2015, kewenangan itu diserahkan kepada
parpol pengusung dan DPRD.
Dalam hal yang lebih jelas dapat dirincikan 2 (dua) matriks perbedaannya sebagai berikut :
a. Undang-undang
Nomor 1 Tahun 2015 ; Gubernur mengusulkan calon wakil gubernur yang memenuhi
persyaratan kepada presiden melalui menteri untuk diangkat
b. Dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 ; Pengisian wakil gubernur, wakil bupati, dan
wakil walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan masing-masing oleh DPRD
Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan Gubernur, Bupati, dan
Walikota.
Bila memilih cara pengisian jabatan Wakil Kepala Daerah
melalui “Pengusulan” dari Kepala Daerah kepada Presiden (bagi Wakil Gubernur)
dan kepada Menteri Dalam Negeri (bagi Wakil Bupati dan Wakil Walikota) dengan
persetujuan DPRD, maka dalam hal ini peran DPRD hanya sekedar memberikan
persetujuan (tanpa melalui pemilihan) kepada calon Wakil Kepala Daerah yang
diajukan oleh Kepala Daerah, yang selanjutnya akan disampaikan ke tingkat yang
lebih atas. Cara pengisian jabatan seperti ini, hampir sama dengan yang pernah
dilaksanakan pada masa UU No. 18 Tahun 1965 (pasal 12 dan 13).
Pengisian wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota
dilakukan melalui mekanisme pemilihan masing-masing oleh DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota berdasarkan usulan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Artinya
pengisian ini tetap dengan usulan
Gubernur, tetapi harus melalui DPRD, dan DPRD menjadi pemilih wakil kepala
daerah mana yang mereka pilih.
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015, ini
menimbulkan konsep perubahan dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015, yang
sebelumnya menggunakan konsep langsung ke Presiden melalui mendagri yang
kembali ke konsep politik melalui DPRD, alasannya sudah jelah DPRD tentu
memiliki kepentingan yang berbeda atau bahkan dapat mensetting wakil kepala
daerah, karena tentu DPRD adalah lembaga dengan syarat akan kepentingan muatan
politis.
0 Komentar Untuk "Pengisian Jabatan Wakil Kepala Daerah dalam Perspektif Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015"
Post a Comment