1. Situasi Sebelum Revolusi
a. Situasi Politik
Sejak Prancis diperintah oleh Raja Louis XIV (1643–1715) kekuasan
raja menjadi besar dan tidak terbatas. Rakyat harus tunduk kepada kekuasaan
raja dan tidak boleh menentang raja. Rakyat tidak boleh mempunyai pengaruh
sedikit pun dalam pemerintahan. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan
Rakyat (Etats Generaux) kemudian dibubarkan. Raja Louis XIV terkenal
dengan semboyannya L'etat c'est moi (negara adalah saya).
Raja Louis XIV hidup dalam kemewahan dan kemegahan. Ia membangun
Istana Versailles dengan menghabiskan biaya yang sangat besar.
Padahal biaya itu diperoleh dengan memungut bermacam-macam pajak
yang tinggi dari rakyat. Sudah barang tentu rakyat menjadi menderita dan
membenci raja. Hal ini masih berlanjut pada masa pemerintahan Louis XV
(1715–1774). Perasaan tidak puas dan benci kepada raja dan para bangsawan
makin lama makin meluas. Pada masa pemerintahan Raja Louis
XVI (1774–1793), raja sudah tidak memiliki gezag (kewibawaan) dan
kekuatan lagi. Hal itu disebabkan raja tidak berhasil memperbaiki keadaan.
Situasi demikian memberi peluang yang sangat baik untuk meletusnya suatu
revolusi.
b. Situasi Sosial Ekonomi
Masyarakat Prancis pada waktu itu terbagi menjadi tiga golongan.
Golongan I terdiri atas para bangsawan. Golongan II terdiri atas ulama gereja/
pendeta.Golongan III terdiri atas rakyat biasa. Golongan I dan II hidup mewah
dengan memiliki berbagai hak istimewa dan bebas dari pajak. Golongan III
adalah rakyat yang hidup menderita dan dibebani berbagai macam pajak.
Pelaksanaan eksekusi Lois XVI pada tiang
guillotine
Dari golongan rakyat inilah kemudian muncul golongan baru yang disebut
Borjuis. Golongan inilah yang menjadi pelopor timbulnya Revolusi Prancis.
2. Sebab-Sebab Terjadinya Revolusi
a. Sebab Umum
1) Adanya Pengaruh Rasionalisme
Paham ini hanya mau menerima suatu kebenaran yang dapat diterima
oleh akal. Paham ini telah melahirkan renaisans dan humanisme
yang menuntun manusia bebas berpikir dan mengemukakan pendapat.
Oleh karena itu, muncullah ahli-ahli pikir yang karya-karyanya berpengaruh
besar terhadap masyarakat Eropa pada saat itu termasuk tokoh
masyarakat Prancis, seperti berikut.
a) John Locke ( 1685–1753) dengan karyanya yang berjudul Two
Treaties of Government yang mengumandangkan ajaran kedaulatan rakyat.
John Locke
Eksplorasi
Menurut John Locke, setiap manusia
memiliki hak asasi, yakni hak untuk
hidup, hak kemerdekaan dan hak untuk
memiliki. Hak-hak asasi yang dimiliki
oleh setiap manusia seharusnya dijamin
oleh negara. Untuk menjamin hak-hakhak
setiap warga negara agar tidak
dirampas oleh penguasa maka diperlukan
aturan main dan alat pembatas,
yakni konstitusi (UUD).
b) Montesquieu (1689–1755) dengan karyanya L'es prit des Lois
(Jiwa Undang-Undang). Dalam buku itu terdapat teorinya tentang
trias politika yakni tentang pemisahan kekuasaan antara legislatif
(pembuat undang-undang), eksekutif (pelaksana undang-undang, dan Judikatif
(pengatur pe-ngadilan segenapMpelanggaran terhadap undang-undang
yang berlaku. Hal ini semua dimaksudkan agar tidak terjadi sewenang-wenang).
c) J.J. Rousseau ( 1712–1778) dengan karyanya Du Contract Social (Perjanjian Masyarakat). Rousseau mengatakan
bahwa menurut kodratnya manusia sama dan merdeka. Setiap manusia pada prinsipnya
sama dan merdeka dalam mengatur kehidupannya kemudian membentuk
semacam perjanjian sesame anggota masyarakat atau contract social.
J.J. Rouseau
Melalui perjanjian bersama itu, dibentuk suatu badan yang diserahi kekuasaan
untuk mengatur dan menyelenggarakan ketertiban masyarakat yaitu pemerintah.
Dengan demikian, kedaulatan sebenarnya bukan pada badan (pemerintah), melainkan
pada rakyat.
2) Adanya Kepincangan dalam Masyarakat
Keluarga raja kaum bangsawan dan gereja hidup makmur dan
memiliki hak-hak istimewa serta bebas dari kewajiban membayar pajak.
Bahkan, mereka berhak memungut pajak, sedangkan rakyat yang hidupnya
miskin justru dikenakan berbagai macam pajak yang memberatkan.
3) Adanya Pengaruh Perang Kemerdekaan Amerika
Pasukan Prancis di bawah pimpinan Lafayette ikut membantu
perjuangan rakyat Amerika untuk mencapai kemerdekaannya. Setelah
kembali ke Prancis, mereka mengetahui dan merasakan bahwa pemerintah
Prancis tidak mengakui hak-hak asasi manusia dan justru menindas
rakyat. Oleh karena itu, semangat Revolusi Amerika menjiwai
rakyat untuk mengadakan revolusi.
4) Adanya Pemerintahan Absolut yang Buruk (Ancien Regime)
Kekuasan raja yang sangat besar tanpa batas dengan tidak adanya
Dewan Perwakilan Rakyat telah mendorong untuk bertindak sewenangwenang
dan berfoya-foya. Hal inilah yang mendorong rakyat untuk
mengadakan revolusi.
b. Sebab Khusus
Sebab khusus terjadinya Revolusi Prancis adalah adanya krisis keuangan.
Kehidupan raja dan para bangsawan istana serta permaisuri Louis XVI ,yakni
Maria Antoinette (terkenal dengan sebutan Madame deficit) yang hidup
penuh dengan kemewahan dan kemegaha. Di samping itu, adanya warisan
hutang dari Raja Louis XIV dan Louis XV menjadikan hutang negara makin
menumpuk. Satu-satunya cara untuk mengatasi krisis keuangan ini adalah
dengan cara memungut pajak dari kaum bangsawan, tetapi golongan bangsawan
menolak dan menyatakan bahwa yang berhak menentukan pajak
adalah rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat ( Estats Generaux) harus dipanggil
untuk bersidang. Raja Louis XVI menyetujui usul tersebut dengan harapan
akan dapat memecahkan krisis keuangan yang sudah sangat gawat.
3. Jalannya Revolusi
Revolusi Prancis yang berlangsung selama sepuluh tahun dapat dibagi
menjadi beberapa masa, seperti berikut.
a. Masa Dewan Kontituante (1789–1791)
Dewan Perwakilan Rakyat Prancis terdiri atas tiga golongan.
1) Golongan I (dari bangsawan) jumlah 300 orang.
2) Golongan II (dari Gereja) jumlah 300 orang.
3) Golongan III (dari rakyat) jumlah 600 orang.
Estats Generauxi bersidang pada tanggal 5–17 Juni 1789. Golongan I
dan II menghendaki pengambilan keputusan didasarkan atas golongan
sehingga kelompoknya akan tetap menang,sedangkan golongan III menghendaki atas dasar perorangan. Hal itu disebabkan golongan III telah memiliki
separo dari jumlah anggota dewan. Perbedaan pendapat tersebut tidak dapat
diselesaikan. Raja Louis XVI tidak bersikap tegas sehingga menimbulkan
keberanian Golongan III untuk terus menentang pendapat Golongan I dan
II.
Golongan III tmengadakan sidang sendiri (tanggal 17 Juni 1789) di
bawah pimpinan Merabeau, Lafayette, dan Seiyes. Mereka menyatakan
bahwa Estats Generaux sebagai Essemble Nationale yang merupakan Dewan
Perwakilan Rakyat Prancis dengan sidang-sidangnya yang tidak mengenal
sistem golongan. Dewan ini kemudian disebut Assemble Nationale Constituante
yang bertugas menyusun Undang-Undang Dasar (UUD) Prancis.
Perselisihan dan ketegangan makin tajam. Raja tidak mau mengakui
Dewan tersebut dan akan membubarkan dengan kekerasan senjata. Rakyat
menjadi marah sehingga pada tanggal
14 Juli 1789 menyerbu Penjara Bastille
(lambang absolutisme) dan membebaskan
orang-orang yang ditahannya. Oleh
karena itu, tanggal 14 Juli dijadikan hari
Nasional Prancis. Bendera Kerajaan
Prancis diganti menjadi bendera nasional
dengan warna Merah, Putih, dan Biru
secara vertikal. Lagu Merseillaise dijadikan
lagu kebangsaan dan dibentuk tentara nasional dibawah pimpinan Lafayette.
Meskipun terus menghadapi rintangan
dari pemerintah kerajaan, Dewan Konstituante Nasional terus mengadakan
sidang untuk menyusun UUD. Pada tanggal 27 Agustus 1789, Dewan
berhasil mengumumkan Declaration des Droits de l'homme et du citoyen
(pernyataan hak-hak asasi manusia dan pengakuan hak warga negara).
Deklarasi inilah yang dijadikan dasar untuk menyusun UUD Prancis.
Pada tanggal 14 Juli 1790, UUD disahkan dan Prancis menjadi kerajaan
berkonstitusional. Raja Louis XVI menyetujui UUD tersebut dan bersumpah
setia kepadanya. Kaum Borjuis yang merupakan rakyat lapisan atas berhasil
memimpin dan memenangkan revolusi. Mereka itulah yang menggantikan
kedudukan kaum bangsawan dalam pemerintahan maupun perekonomian.
b. Masa Legislatif (1791–1792)
Setelah UUD Prancis disahkan maka Dewan Konstituante Nasional
kem-bali kepada fungsinya sebagai lembaga legistatif. Golongan III
(khususnya kaum Borjuis) merasa puas dengan apa yang telah dicapai,
tetapi rakyat belum merasakan adanya perbaikan nasib. Mereka membentuk
suatu kelompok tersendiri dalam Partai Motagne yang tidak puas dengan
Rakyat kota Paris menyerang penjara
Bastille, tanggal 14 Juli 1789
pemerintahan kerajaan konstitusional dan menghendaki bentuk pemerintahan
republik. Golongan Borjuis yang mulai terancam oleh partai
rakyat yang juga membentuk kelompok sendiri dalam Partai Gironde.
Situasi politik tegang kembali, Louis XVI yang merasa posisinya terjepit
dan khawatir akan keselamatannya berusaha melarikan diri ke luar negeri.
Rakyat yang mengetahui hal itu sangat marah dan menuduh bahwa raja
telah berkhianat terhadap negara dan UUD. Untuk itu, raja ditangkap dan
dikembalikan ke Paris.
Anggapan rakyat bahwa raja telah berkhianat semakin kuat setelah
Austria dan Prusia (1792) menyerang Prancis sehingga menimbulkan
Perang Koalisi I ( 1792–1797). Tujuan serangan adalah untuk menghancurkan
Revolusi Prancis yang dianggap membahayakan negara yang
bersifat absolut. Rakyat Prancis berhasil mematahkan serangan koalisi.
Selanjutnya, di bawah pimpinan Danton dari golongan Yacobin berhasil
membentuk pemerintahan baru yang disebut Konvensi Nasional. Masa ini
pimpinan di tangan rakyat.
c. Masa Konvensi Nasional (1792–1795)
Pertentangan antara Partai Gironde dan Partai Montagne terus berlanjut
dan berakhir dengan kemenangan Partai Montagne. Bentuk kerajaan
dihapuskan dan digantikan dengan republik (merupakan Republik I (1792)).
Raja Louis XVI bersama permaisurinya (Maria Antoinette) dijatuhi hukuman
mati dengan dipenggal kepalanya dengan di tiang guillotine.
Sementara itu, situasi Prancis makin gawat. Untuk menyelematkan
negara, golongan Yacobin mendirikan pemerintahan Diktator (Terror) di
bawah pimpinan Robespiere yang bertindak tegas dan kejam terhadap
lawan-lawan politiknya. Golongan bangsawan dan Borjuis terus berusaha
untuk menjatuhkan Robespiere. Usaha tersebut berhasil, Robespiere berhasil
ditangkap dan dihukum mati. Dengan jatuhnya pemerintahan Terror,
tampuk pimpinan revolusi kembali ke tangan golongan Borjuis.
Eksekusi Raja Louis XVI (21 Januari 1793).
d. Masa Directoire (1795–1799)
Untuk mengatasi keadaan yang kalut, kaum Borjuis membentuk Dewan
Pimpinan Pusat bidang eksekutif yang terdiri atas lima orang direktur
(Directoire), yakni Barras, Moulin, Gohier, Roger Ducos, dan Seiyes. Maksud
dibentuknya Directoire adalah untuk memberikan gambaran adanya pemerintahan
yang demokratis supaya dapat mengatasi keadaan.
Sementara itu, kekuasa legislatif yang didominasi oleh golongan bangsawan
semakin kuat (golongan Monarki). Kaum Borjuis (golongan Republiken)
cemas, namun tidak berdaya. Rakyat Prancis mengharapkan tampilnya
seorang pemimpin yang kuat. Tampilnya Napoleon Bonaparte yang
namanya menjadi tenar karena kemenangan militernya dalam Perang Koalisi
diharapkan oleh rakyat Prancis.
e. Masa Konsulat (1799–1804)
Pemerintahan Directoire tidak efektif lagi sehingga Napoleon Bonaparte
mengambil alih kekuasaan (coup d'etat yang dikenal dengan Revolusi Brumai
pada tanggal 9 November 1799). Directoire dibubarkan, kemudian
Napoleon Bonaparte membentuk pemerintahan Konsulat yang terdiri atas
tiga orang konsul, yakni Napoleon Bonaparte, Seiyes, dan Roger Ducos.
Napoleon adalah seorang jenderal muda yang cakap memiliki cita-cita
dan ambisi yang besar. Sebagai konsul yang pertama, ia tampil mengesankan
dan mendapat dukungan dari berbagai pihak. Rakyat Prancis menaruh
harapan untuk mengembalikan kejayaan Prancis. Untuk itu, Napoleon
melakukan langkah-langkah penting sebagai berikut.
1) Pembentukan pemerintahan yang kuat dan stabil dengan cara
memusatkan kekuasaan pemerintahan di tanganya sendiri, menyeragamkan
sistem administrasi pemerintahan, dan menyusun Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Code de Penal) dan Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (Code de Civil).
2) Menciptakan suasana aman, tenteram dan damai dengan cara kaum
bangsawan yang lari ke luar negeri akibat revolusi, diizinkan kembali
ke Prancis dengan aman, mengadakan perdamaian dengan Paus guna
mengembalikan citra gereja dan ulama di Prancis seperti sedia kala,
dan membentuk tentara yang kuat.
3) Meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan cara memajukan pendidikan
bagi rakyat, memajukan perekonomian melalui industrialisasi dan
perdagangan, dan menciptakan Kitang Undang-Undang Hukum
Perdagangan (Code de Commerce) agar perdagangan Prancis berkembang
pesat dan membawa keuntungan.
4) Membangun sarana dan prasarana, seperti jalan raya dan gedunggedung
pemerintahan.
5) Memberantas korupsi dan memperbaiki keuangan negara.
Selain itu, dalam rangka mengembalikan kejayaan Prancis, Napoleon
harus memenangkan perang dalam Perang Koalisi II (1799–1802). Usahausaha
yang dilakukan Napoleon menunjukkan kepedulian dan kesungguhan
Napoleon dalam memperbaiki keadaan Prancis. Dengan usaha-usaha
tersebut, Prancis mulai bangkit kembali dari kehancuran. Rakyat Prancis
makin menaruh kepercayaan kepada Napoleon untuk memimpin Prancis.
Keberhasilan dalam membangun Perancis juga mendapat tanggapan yang
positif dari Paus VII. Hal ini terbukti dengan diangkatnya Napoleon sebagai
kaisar oleh Paus VII.
f. Masa Kekaisaran (1804–1815)
Ketika Paus VII mengangkat Napoleon sebagai
kaisar, rakyat Prancis mendukung sepenuhnya kepemimpinan
Napoleon sebagai Kaisar Prancis. Selama
15 tahun, rakyat Prancis berjuang melancarkan revolusi
dan menentang kekuasaan absolut. Namun, dengan
persetujuannya pengangkatan Napoleon menjadi Kaisar
Prancis, berarti rakyat Prancis kembali menyetujui kekuasaan
absolut, yakni suatu kekuasaan yang berada
pada satu pimpinan, yakni Kaisar Napoleon. Dengan
demikian, pada tahun 1804 berakhirlah masa Konsulat
dan memasuki babak baru yakni masa Kekaisaran.
Napoleon kemudian membentuk dinasti baru yang
dikenal dengan Dinasti Bonaparte. Sebagai kaisar,
kedudukan Napoleon menjadi makin mantap dalam mengendalikan roda
pemerintahan Prancis.
Sebagai kader revolusi yang berpaham liberal, Napoleon tetap memberikan
kebebasan terutama di bidang keagamaan, pendidikan, perdagangan,
dan persamaan hak dalam undang-undang. Akan tetapi, di bidang
politik, Napoleon berpegang teguh pada prinsip absolutisme yang bersifat
turun-temurun. Ia berkuasa secara diktator menurut kehendaknya sendiri
yang dipandang baik dan cocok sehingga prinsip demokrasi dikesampingkan.
Dengan demikian, Napoleon memadukan prinsip kepemimpinan absolutisme
dan demokrasi. Oleh karena itu, sistem pemerintahan Napoleon
sering dikenal dengan Verlicht Despotisme.
Sesuai dengan prinsip dinasti dan deportisme maka keturunan dan
keluarga ikut berpengaruh dalam pemerintahan. Bagi Napoleon, keturunan
adalah penting. Oleh karena itu, istrinya yang pertama, Josephine de
Beauharnaise diceraikan karena tidak memiliki keturunan. Napoleon
kemudian menikahi Maria Louis, putri dari Austria. Dari pernikahannya
dengan Louis, Napoleon memempunyai putra, yaitu Napoleon II yang
kemudian diangkat sebagai penguasa di Roma (1811–1832). Saudarasaudara
Napoleon juga diberikan kedudukan. Misalnya, Joseph Bonaparte
diangkat menjadi Raja Spanyol. Louis Napoleon diangkat menjadi raja di
Napoleon Bonaparte
Belanda, dan Jerome sebagai raja di Jerman. Secara politis, itu semua
dilakukan agar seluruh Eropa berada di bawah kekuasaan keluarga Napoleon
Bonaparte.
4. Perang Koalisi (1792–1815)
Kekuasaan Napoleon yang begitu besar di Eropa tidak terlepas dari berbagai
tantangan dari negara-negara tetangganya. Itulah sebabnya, Napoleon harus
berhadapan dengan negara-negara Eropa yang lain dalam suatu peperangan
yang dikenal dengan Perang Koalisi yang terjadi sebanyak tujuh kali (1792–
1815). Musuh utamanya ialah Austria, Inggris, Rusia, dan Prusia.
a. Perang Koalisi I (1792–1797)
Pada masa pemerintahan Directoire, Napoleon sudah tampil sebagai
komandan pasukan Prancis melawan koaliasi negara-negara Eropa yang lain,
Austria, Inggris, Prusia, Spanyol, Belanda, dan Sardinia. Napoleon berhasil
mengalahkan lawan-lawannya dan diakhiri Perjanjian Compo Formio (1797).
Perang Koalisi I berakhir tahun 1797, musuh Prancis dapat dikalahkan, kecuali
Inggris.
Inggris tidak mau menandatangani perjanjian perdamaian sehingga sejak
saat itu Inggris menjadi lawan Napoleon. Napoleon bermaksud untuk mengalahkan
Inggris dengan menyerang kedudukannya di India dengan menyerbu
Mesir sebagai batu locatan. Kedatangan Napoleon di Mesir mempunyai arti
penting, seperti ditemukan Batu Rosetta yang membuka tabir sejarah Mesir
kuno, adanya ide untuk membuat terusan yang kemudian dapat direalisasi
yakni Terusan Suez.
Setelah Napoleon kembali ke Prancis, pemerintahan Directoire
dibubarkan dan digantikan dengan pemerintahan Konsulat. Napoleon tampil
sebagai Konsul yang pertama.
b. Perang Koalisi II (1799–1802)
Dalam Perang Koalisi II Prancis menghadapi Austria, Inggris dan Turki.
Dalam perang ini, Napoleon juga tampil sebagai pemimpin perang Prancis.
Prancis berhasil mengalahkan Austria dalam pertempuran di Marengo
tahun1800. Sekutu Austria yang lain, kemudian menghentikan perang
setelah terjadi Perjanjian Armien tahun 1802. Kemenangan ini mengantarkan
Napoleon ke puncak kekuasaan absolutnya. Ia menjadi konsul seumur
hidup dan pada tahun 1804 diangkat sebagai kaisar.
c. Perang Koalisi III (1805)
Dalam Perang Koalisi III ini, Prancis berhadapan dengan Austria, Inggris,
Rusia, dan Swedia. Dalam menghadapi Inggris, Napoleon memusatkan
pasukannya di Boulogne. Namun, Angkatan Laut Prancis dapat dihancurkan
oleh pasukan Inggris di bawah pimpinan Laksamana Nelson. Pasukan Austria
dan Rusia akan menyeberang ke Inggris. Dengan tipu muslihat, Napoleon
berhasil menduduki Jerman. Austria dan Rusia akhirnya dapat dikalahkan
se-telah terjadi pertempuran di Austetlitz. Pertempuran berakhir dengan
Perjanjian Preszburg tahun 1805.
Dengan kemenangan ini, Napoleon mengubah peta Eropa menurut
kehendaknya sendiri. Di negara-negara yang telah berhasil dikalahkannya,
Napoleon menempatkan saudara-saudaranya untuk mendukung politik
dinastinya.
d. Perang Koalisi IV (1806–1807)
Perang Koalisi IV, dipusatkan untuk mengalahkan Prusia dan Inggris.
Pasukan Prusia berhasil dihancurkan dalam pertempuran di Jena dan
Auerstadt pada tahun 1806. Berlin dapat diduduki oleh Napoleon
Dalam usaha memperlemah Inggris, Naopleon di Berlin mengeluarkan
Dekrit Berlin yang berisi Continental Stelsel, yakni suatu usaha blokade
ekonomi terhadap Inggris dengan melarang negara-negara Eropa untuk
mengadakan hubungan dagang dengan Inggris dan menerima kapal-kapal
Inggris untuk berlabuh di kawasan Eropa. Siapa yang melanggar ketentuan
ini akan dihancurkan oleh Prancis.
e. Perang Koalisi V (1809)
Dalam Perang Koalisi V , Prancis berhadapan dengan Austria, Inggris,
Spanyol, dan Portugal. Dalam perang ini pasukan Austria berhasil dihancurkan
oleh Napoleon dalam pertempuran di Ulagram dan diakhiri dengan
Perjanjian Schonkrunn tahun 1809. Namun, Napoleon gagal mematahkan
kekuatan Spanyol. Bahkan, di Spanyol muncul gerakan nasionalisme untuk
menenatang kekuasaan Prancis. Gerakan nasionalisme ini menjalar ke
negara-negara lain, seperti Prusia dan Austria. Gerakan ini merupakan
ancaman bagi dominasi kekuasaan Napoleon di Eropa.
Rusia ternyata tidak mematuhui adanya Continental Stelsel. Pada tahun
1812 Napoleon menyerang Rusia dengan kekuatan 600.000 orang pasukan
yang disebut Grande Armee. Rusia
menggunakan taktik bumi hangus sehingga
ketika tentara Napoleon tiba di Moskow,
banungunan di kota itu tinggal
puing-puing. Hal inilah yang mempersulit
tentara Napoleon. Kondisi ini diperburuk
dengan datangnya musim dingin.
Kekuatan tentara Naopleon frustrasi dan
menderita akibat kedinginan dan kehabisan
persediaan makanan.
Napoleon kemudian memerintahkan
untuk segera mundur. Tentara Rusia
muncul dari persembunyiannya dan segara
menyerang tentara Napoleon
Tentara Napoleon menderita karena
kedinginan
dengan semangat berkobar-kobar. Tentara Prancis yang telah payah dan
kehabisan tenaga mundur dan harus menyeberangi Sungai Berezina yang
penuh dengan gumpalan es dan salju. Berpuluh-puluh ribu pasukan Napoleon
gugur dalam pertempuran tersebut.
Serangan ke Rusia merupakan pukulan berat bagi tentara Napoleon.
Napoleon mendahuli kembali ke Paris untuk menghimpun kekuatan baru
yang akan dikerahkan guna menebus kekalahannya.
f. Perang Koalisi VI (1813–1814)
Pada tahun 1813 di Eropa muncul koalisi yang sangat kuat yakni Rusia,
Inggris, Swedia, Austria, Spanyol, dan Prusia. Koalisi ini sepakat untuk
menghancurkan kekuasaan Napoleon. Tentara Napoleon semula
memperoleh kemenangan. Namun, dalam pertempuran di Leipzig tentara
Napoleon akhirnya berhasil dikalahkan oleh pasukan koalisi (1813).
Napoleon menyerahkan dan ia turun dari takhta kekaisaran. Napoleon
kemudian dibuang ke Pulau Elba di selatan Prancis (1814). Sebagai raja
Prancis diangkatlah seorang Bourbon yakni Louis XVIII ( adik Louis XVI).
Pada tahun 1814, Louis XVIII kemudian mengadakan Perjanjian Paris yang
isinya sebagai berikut.
1) Penetapan batas-batas kekuasaan Prancis seperti sebelum tahun 1792.
2) Belanda menjadi negara merdeka.
3) Inggris mendapatkan Pulau Malta.
Negara-negara Koalisi kemudian mengadakan kongres di Wina (1814)
untuk menentukan nasib negara-negara Eropa seperti sebelum terjadi
Revolusi Prancis.
g. Perang Koalisi VII (1815)
Raja Louis XVIII ternyata seorang raja yang lemah sehingga bertolak
belakang dengan Napoleon yang cakap, berani, dan dikagumi rakyat. Louis
XVIII dipandang tidak cocok dengan kondisi Prancis yang sedang kacau
akibat kalah perang. Rakyat
Prancis mendambakan datangnya
Napoleon atau tokoh yang
sejajar. Hal ini terdengar oleh
Napoleon di pembuangan. Oleh
karena itu, Napoleon berusaha
meloloskan diri dan ingin kembali
ke Prancis. Napolen berhasil
lolos dan kembali ke Prancis
yang kemudian disambut dengan
meriah oleh rakyat Prancis.
Louis XVIII yang merasa
terancam melarikan diri ke luar
negeri. Mendengar kedatangan
Napoleon dalam pertempuran di Waterloo
Napoleon di Prancis, maka Kongres Wina dihentikan dan negara-negara
koalisi sepakat untuk menghadapi Prancis. Napoleon dengan pasukannya
ke luar menghadapi tentara koaliasi. Di Ligny, pasukan Napoleon mendapatkan
kemenangan. Namun, dalam pertempuran di Waterlo pada tahun
1815, Napoleon dapat dikalahkan. Napoleon dapat ditangkap dan diasingkan
ke Pulau Saint Herlena (sebelah barat Afrika) sampai meninggalnya pada
tanggal 5 Mei 1815.
5. Pengaruh Revolusi Prancis
Revolusi Prancis telah membawa pengaruh yang besar, baik di dalam negeri
maupun di luar negeri yang meliputi bidang politik, ekonomi dan sosial. Jiwa,
semangat dan nilai-nilai revolusi sudah tertanam secara luas dan mendalam di
hati rakyat dengan semboyan liberte, egalite, dan fraternite (kebebasan,
persamaan, dan persaudaran).
1) Di bidang politik, tampak jelas dengan meluasnya paham liberal di Spanyol,
Italia, Jerman, Austria dan Rusia. Rakyat menuntut agar kekuasaan raja
dibatasi dengan undang-undang sehingga terbentuklah pemerintahan
monarki konstitusional. Berkembangnya semangat nasionalisme. Hal ini
muncul setelah Prancis menghadapi Perang Koalisi. Mereka menentang
intervensi asing, semangat ini juga menjalar ke negara-negara lain. Di
samping itu juga berkembang paham demokrasi di kalangan rakyat, mereka
menuntut dibentuknya Dewan Perwakilan Rakyat, negara republik, dan
sebagainya.
2) Di bidang ekonomi, dihapuskannya pajak feodal dan petani yang semula hanya
sebagai penggarap tanah menjadi petani pemilik tanah sendiri. Di samping
itu, dihapuskannya sistem gilde sehingga perindustrian dan perdagangan
menjadi berkembang.
3) Di bidang sosial, dihapuskannya susunan masyarakat feodal yang terbagi
menjadi tiga golongan dan digantikannya dengan masyarakat baru yang
berdasarkan spesialisasi kerja, seperti cendekiawan, pengusaha, petani dan
sebagainya.
0 Komentar Untuk "Revolusi Prancis"
Post a Comment