Alat pemuas kebutuhan yang berupa barang dan jasa yang telah kita bahas
pada bab sebelumnya jumlahnya sangat terbatas sehingga tidak setiap orang
mampu memilikinya, padahal barang dan jasa tersebut dibutuhkan dan
bermanfaat bagi manusia.
Barang yang memiliki manfaat bagi manusia dikatakan bahwa barang itu
memiliki nilai bagi manusia. Dengan kata lain, barang-barang yang memiliki
nilai berarti barang itu mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Oleh karena itu, nilai barang diartikan sebagai kemampuan barang
untuk memenuhi kebutuhan manusia.
1. Penggolongan Nilai
Nilai barang dapat digolongkan sebagai berikut.
a. Nilai Pakai (Value in Use)
Suatu barang dikategorikan memiliki nilai pakai apabila barang
tersebut dapat memenuhi kebutuhan pemiliknya secara langsung. Nilai
pakai dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1. Nilai pakai objektif, yaitu kemampuan suatu barang dalam
memenuhi kebutuhan setiap orang. Misalnya, air memiliki nilai
pakai yang tinggi bagi setiap orang.
2. Nilai pakai subjektif, yaitu nilai yang diberikan seseorang karena
barang tersebut dapat memenuhi kebutuhannya. Misalnya, kursi
roda bagi orang yang tidak dapat berjalan memiliki nilai pakai yang
tinggi, tetapi bernilai pakai rendah bagi orang yang sehat.
b. Nilai Tukar (Value in Exchange)
Suatu barang dapat dikatagorikan memiliki nilai tukar apabila
mempunyai kemampuan untuk ditukarkan dengan barang lain. Nilai
tukar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1. Nilai tukar objektif, yaitu kemampuan suatu barang apabila
ditukarkan dengan barang lain (sering disebut harga). Misalnya,
semua orang mengakui bahwa berlian memiliki nilai tukar yang
tinggi maka berlian akan memiliki harga yang tinggi di setiap
tempat.
2. Nilai tukar subjektif, yaitu nilai tukar yang diberikan oleh
seseorang terhadap suatu barang. Misalnya, bagi seseorang nilai
tukar sebuah lukisan tertentu lebih tinggi dari nilai tukar sebuah
mobil baru, tetapi tidak demikian bagi yang lain.
c. Paradoks Nilai
Barang yang memiliki nilai tukar yang tinggi seharusnya memiliki
nilai pakai yang tinggi pula, begitu juga sebaliknya, akan tetapi pada
kenyataannya tidak demikian.
Dua nilai yang telah diuraikan di atas berbeda sudut pandangnya
sehingga hal ini dapat menyebabkan pertentangan penilaian pada suatu
barang yang sama disebut Paradoks nilai. Bisa jadi nilai guna suatu
barang sangat tinggi, tetapi nilai tukarnya rendah, atau sebaliknya.
Seperti pada contoh di atas, air memiliki nilai guna yang sangat tinggi,
tetapi nilai tukarnya rendah. Begitu juga dengan berlian yang memiliki
nilai guna rendah, tetapi memiliki nilai tukar yang sangat tinggi.
2. Teori Nilai
a. Teori Nilai Objektif
Beberapa ahli ekonomi melakukan penelitian tentang bagaimana
terjadinya nilai terhadap barang/jasa melahirkan teori nilai objektif
sebagai berikut.
1. Teori nilai biaya produksi dari Adam Smith
Menurut Adam Smith nilai suatu barang/jasa ditentukan
oleh biaya yang dikeluarkan produsen untuk memproduksi
barang/jasa tersebut. Semakin tinggi biaya produksi semakin tinggi
pula nilai dari barang tersebut. Jika biaya produksi yang
dikeluarkan oleh produsen untuk memproduksi suatu barang
adalah Rp450.000,00 maka nilai dari barang tersebut sebesar
Rp450.000,00 pula.
2. Teori nilai biaya produksi tenaga kerja dari David Ricardo
Menurut teori ini, nilai suatu barang ditentukan oleh biaya
tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi barang tersebut.
Tenaga kerja yang dimaksud meliputi tenaga kerja manusia, mesin,
dan peralatan lain yang digunakan.
3. Teori nilai lebih dari Karl Marx
Menurut Karl Marx, barang dinilai berdasarkan pada biaya
rata-rata tenaga kerja di masyarakat. Karl Marx juga berpendapat
bahwa upah yang diberikan kepada buruh tidak sesuai dengan
harga barang yang dijual sehingga terjadi pemerasan terhadap
buruh. Laba yang diterima pengusaha didapat dari selisih nilai
jual dengan biaya produksi yang rendah karena pemerasan
terhadap buruh disebut nilai lebih. Oleh karena itu, teori ini disebut
teori nilai lebih.
4. Teori nilai reproduksi dari Carey
Menurut teori ini, nilai suatu barang ditentukan oleh biaya
pembuatan kembali (biaya reproduksi) barang tersebut. Oleh
karena itu, nilai barang ditentukan oleh harga-harga bahan pada
saat barang tersebut akan dibuat kembali.
5. Teori nilai pasar dari Hummed and Locke
Menurut teori ini, nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah
permintaan dan penawaran yang ada di pasar atau nilai suatu
barang ditentukan oleh harga pasar.
b. Teori Nilai Subjektif
Menurut teori ini nilai suatu barang ditentukan oleh utilitas dari
barang tersebut. Setiap orang akan mempunyai utilitas yang berbeda
untuk suatu barang yang sama. Teori nilai subjektif yang terkenal berasal
dari Herman Heinrich Gossen dan Carl Menger.
1. Hukum Gossen I
Hukum Gossen I ini mengemukakan tentang gejala tambahan
kepuasan yang tidak proporsional yang dikenal dengan The Law
of Diminishing Marginal Utility (Hukum Tambahan Kepuasan
yang Semakin Menurun). Hukum Gossen I berbunyi sebagai
berikut. "Jika jumlah suatu barang yang dikonsumsi dalam jangka
waktu tertentu terus ditambah maka kepuasan total yang diperolah
juga bertambah, akan tetapi kepuasan marjinal (tambahan
kepuasan yang diperoleh jika dikonsumi ditambah dengan satu
unit) pada titik tertentu akan semakin berkurang. Bahkan jika
konsumsi terus dilakukan, pada akhirnya tambahan kepuasan yang
diperoleh akan menjadi negatif dan kepuasan total menjadi
berkurang."
2. Hukum Gossen II
Uraian di atas mengemukakan perilaku konsumen terhadap
satu macam barang saja. Pada kenyataannya, konsumen
membutuhkan beraneka macam barang. Masalahnya adalah
berapa pengorbanan yang harus dilakukan agar bermacam-macam
kebutuhannya dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya dan tercapai
kepuasan maksimal. Hal ini dikemukakan dalam Hukum Gossen
II, yaitu sebagai berikut.
"Manusia akan berusaha memuaskan yang beraneka ragam sampai
mencapai tingkat intensitas yang sama."
Artinya manusia akan membagi-bagi pengeluaran
uangnya sedemikian rupa sehingga kebutuhannya terpenuhi
secara seimbang.
3. Teori Nilai Subjektif Carl Menger
Menurut Menger, nilai ditentukan oleh faktor subjektif
dibandingkan faktor objektif. Nilai berasal dari kepuasan manusia.
Karena kebutuhan manusia lebih banyak daripada barang/jasa
yang tersedia maka untuk memuaskan kebutuhannya manusia
akan memilih secara rasional di antara barang/jasa alternatif yang
tersedia.
Dalam teori ini dikemukakan tentang prinsip-prinsip
pengkatagorian barang/jasa menurut tingkat intensitasnya.
Katagori I adalah barang-barang untuk mempertahankan hidup,
katagori II barang/jasa untuk kesehatan, dan katagori III adalah
barang/jasa untuk memberikan kesejahteraan individu. Semakin
penting barang/jasa tersebut bagi seorang individu maka nilai
barang/jasa tersebut semakin tinggi.
0 Komentar Untuk "Manfaat dan Nilai Barang"
Post a Comment